Jumat, 19 Agustus 2011

Pengusiran Paksa Ketua DPRK Langsa Melanggar Etika Politik dan Hukum

Haba Rakyat, LANGSA: Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh (DPP PA) menilai, tindakan pengusiran yang dialami Ketua DPRK Langsa M Zulfri ST merupakan tindakan melanggar etika dan hukum. Sesuai pasal 26 UUPA, setiap anggota DPRK wajib menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Demikian pernyataan juru bicara DPP PA, Fachrul Razi yang dikirim secara tertulis kepada Waspada di Langsa, Sabtu (20/8).
 
Partai Aceh di Pusat, kata dia, hingga saat ini belum mencabut keanggotaan M Zulfri ST, baik sebagai anggota partai maupun sebagai pimpinan DPRK Langsa. Karena sejauh penilaian partai kinerja dia dianggap baik dan sesuai dengan aturan Partai Aceh. Sehingga Partai Aceh baik di Wilayah maupun di Pusat masih akan mempertahankan posisi M Zulfri ST sebagai Ketua DPRK Langsa yang sah.

Menurut Fachrul, mengacu pada Pasal 28 UUPA, ayat (3), setiap Anggota DPRA/DPRK tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRA/DPRK. Proses pergantian Ketua DPRK atau Anggota DPRK hanya dapat dilakukan oleh Partai Politik dalam hal ini Partai Aceh. Maka itu, Partai Aceh tidak akan menggantikan posisi M Zulfri ST sampai masa jabatannya sebagai anggota DPRK nya berakhir.

Partai Aceh sangat menyesalkan sikap beberapa anggota DPRK yang melakukan tindakan pengusiran karena dilakukan diluar etika dan moralitas politik sebagai anggota dewan terhormat. Tindakan ini sangat disesalkan seiring komunikasi politik dan hubungan politik yang baik antar Partai Aceh dan Partai nasional di pusat dan di propinsi. Tindakan pengusiran ini dapat merusak silaturahmi politik yang telah berjalan selama ini dengan baik.

Partai Aceh juga, anggota DPRK yang melakukan pengusiran baik secara langsung maupun tidak langsung, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa DPRK wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan. Dalam hal ini, tindakan pengusiran adalah tindakan penghinaan terhadap etika dan martabat serta kehormatan DPRK sendiri. 

Dalam Pasal 27 ayat 2 juga ditegaskan bahwa pengaturan sikap anggota DPRK diatur secara hukum. Setiap anggota Dewan juga wajib dalam hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota DPRA/DPRK, wajib memiliki etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, dan sanggahan; dan setiap tindakan yang dilakukan melawan hukum akan memliki sanksi hukum untuk diproses secara hukum.

Partai Aceh menilai bahwa pimpinan DPRK adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Oleh karena itu, penghinaan terhadap anggota DPRK adalah penghinaan terhadap konstituen (pemilih), yang dipilih oleh rakyat pada Pemilu 2009 lalu.

Kami mendesak agar sikap pragmatis anggota DPRK yang melakukan pengusiran mendapat teguran keras dari Partai yang bersangkutan. Partai Aceh dipusat juga akan melakukan komunikasi dengan pimpinan Partai Politik yang bersangkutan,” tambah Fachrul.

Partai Aceh juga menilai saudara M Zulfri ST sebagai anggota dan pimpinan DPRK Kota Langsa memiliki hak imunitas sebagaimana dilindungi dalam UUPA Pasal 26 (H) yaitu kekebalan hukum dimana setiap anggota dewan tidak dapat dituntut di hadapan dan diluar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik. Oleh karenanya cara-cara yang dilakukan Satpam DPRK Langsa harus mendapat tuntutan hukum atas tindakan yang telah menghina kehormatan lembaga negara.

Menyikapi semua itu, Partai Aceh mendesak kepada pihak Kepolisian untuk mengusut dan memproses secara hukum permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dan M Zulfri ST dapat menjalankan kembali tugasnya sebagai Ketua DPRK Langsa dari Partai Aceh secara sah dan demokratis, sebuat Fachrul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar