Selasa, 09 Agustus 2011

Hentikan Konflik Masyarakat Dengan Perkebunan, Areal HGU Harus Diukur Ulang


Haba Rakyat, LANGSA : Kalangan LSM di Aceh Timur meminta areal HGU PT. Padang Palma Permai (PPP) agar dapat diukur ulang. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari saling tuduh antara masyarakat dengan pihak perusahaan, karena selama ini ini masing-masing pihak saling mengklaim dirinya yang paling benar.

Sejumlah LSM telah membentuk sebuah koalisi untuk memfasilitasi sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Hasil investigasi dari koalisi tersebut menunjukkan, PT. PPP yang merupakan anak perusahan sebuah BUMN dari kerajaan Malaysia itu telah melakukan penggarapan ribuan hekatre di luar HGU-nya secara ilegal.

Maka itu, koalisi LSM tersebut meminta pemerintah daerah Kabupaten Aceh Timur segera melakukan pengukuran ulang terhadap areal HGU milik PT. Padang Palma Permai (PPP). Permintaan ini sekaligus untuk menghentikan peramabahan hutan secara liar. Koalisi LSM yang melakukan investigasi terhadap kasus kejahatan PT. PPP adalah LSM PERMASTEK, LSM FAKTA, dan LSM CAKRA DONYA Aceh Timur.

“ Kami minta Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Timur segera melakukan pengukuran ulang HGU PT. Padang Palma Permai, perusahaan asing itu tidak bisa dibiarkan seenaknya menguasai dan mengelola tanah negara,” ucap Rabono Wiranata ketua LSM FAKTA. 

Berdasarkan surat bukti dari dinas kehutanan dan perkebunan Aceh Timur bahwa PT. Padang Palma Permai memiliki 5000 Ha HGU di Kecamatan Peurelak, Kabupaten Aceh Timur. Sementara itu, legall Consul PT.PPP bahkan mengaku bahwa PT.PPP saat ini telah memiliki 12.309 Ha area perkebunan sawit di Kecamatan Peurelak,  Aceh Timur. Tidak hanya itu, sejumlah masyarakat menunjukkan bukti-bukti bahwa PT.PPP juga telah merampas sedikitnya 2000 Ha areal perkebunan sawit masyarakat dan merambah kawasan hutan di sekitarnya.  M.Yusuf Arifin ketua kelompok masyarakat mengungkapkan PT.PPP telah merampas sedikitnya 2000 Ha areal perkebunan kelapa sawit milik 15 orang warga masyarakat setempat.

“Sudah lebih lima tahun kami terus berusahaan melakukan upaya hukum untuk mengambil kembali hak kami yang dirampas oleh PT. PPP tetapi kami tidak berhasil mungkin karena PT.PPP itu punya banyak uang untuk melakukan berbagai cara agar bisa menang,” ungkap M.Yusuf. “Saya harap pemerintah bertindak adil sehingga perusahaan asing itu dapat dihukum sesuai hukum yang berlaku”.   

Pemerintah daerah dalam hal ini BPN dan dinas terkait sudah seharusnya segera melakukan pengukuran ulang terhadap area HGU PT.PPP. Karena kasus kejahatan PT.PPP tersebut sudah menimbulkan keresahan di masyarakat. Jika dibiarkan berlarut-larut maka opini negatif  masyarakat terhadap pemerintah terus berkembang . Apalagi PT.PPP tersebut merupakan perusahaan asing dari malaysia.

Kawasan yang dikelola menjadi area perkebunan sawit yang berada diluar HGU adalah di sekitar Desa Cek Mbun dan Lubuk Pempeng serta desa sekitarnya dalam kecamatan Peurelak, Aceh Timur. Berdasarkan bukti-bukti awal yang ditemukan koalisi LSM bahwa PT.PPP telah merugikan Negara khususnya pemerintah Aceh dalam hal ini Pemda Aceh Timur ratusan milyar rupiah.  Karena PT.PPP sudah pasti tidak membayar pajak atas areal perkebunan yang berada diluar HGU nya. Sebab areal perkebunan tersebut dikelola secra illegal.

“ PT.PPP anak perusahaan SIME DARBY BUMN Malaysia telah melakukan penggelapan pajak PBB, PPN, dan PPH,  serta pendapatan negara dalam bentuk prosedur pengurusan perizinan lainnya,” ucap Helmi Munir Ketua LSM Cakra Donya.

Saat pertemuan dengan DPRK Aceh Timur, PT.PPP memperlihatkan sebuah peta yang dinamakan Peta Garap yang diakui sebagai peta milik PT.PPP. Areal atau kawasan Garap tersebut menunjukan berada di luar areal HGU milik PT.PPP. Berdasarkan Peta Garap yang dimiliki tersebut maka benar PT.PPP telah melakukan perambahan hutan.

“ Ada keganjilan bahwa perusahaan perkebunan memiliki Peta Garap, Peta ini adalah salah satu bukti pidana yang dilakukan PT.PPP,” tegas Rabono. PT.PPP telah dengan sengaja melanggar UU Agraria No.5 tahun 1960, UU perpajakan serta UU No.18 tahun 2004 tentang perkebunan, karena itu Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan asing dari Malaysia itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar