Mengarang itu Gampang
Oleh Ibnu S'dan
Perhatian, judul di atas bukanlah salah tulis. Dan pembaca juga tidak salah baca. Karena mengarang itu memang gampang. Setidaknya lebih gampang dari yang kita bayangkan. Sebenarnya tidak ada yang sukar, kalau kita mempunyai minat dan ambisi yang tidak pernah terputus.
Selain minat dan ambisi terus menerus yang dibutuhkan sebagai syarat utama untuk menjadi pengarang, yaitu bisa membaca dan menulis. Itu saja, benar-benar gampang kan? Tidak memiliki ijazah apapun juga tidak apa-apa. Apalagi gelar sajana, itu sama sekali bukan halangan jika kita tak punya untuk bisa menjadi pengarang. Yang perlu diperhatikan bahwa membaca dan menulis yang baik dan benar itu perlu latihan, perlu disiplin, perlu minat yang tidak kunjung habis.
Minat yang saya maksudkan tak ubahnya seperti rasa cinta. Terus mengalir. Dia didasarkan pada kepercayaan diri, bahwa dengan mengarang kita melakukan sesuatu yang kita cintai, dan kita percaya ada sesuatu yang baik yang bakal dapat kita lakukan dengan itu. Sedangkan ambisi, berarti kita tidak mengenal putus asa. Karena kepandaian mengarang tidak pernah sekali jadi. Sejauh pengetahun yang saya miliki, tidak pernah ada seorang pengarang pun yang langsung berhasil dengan karangannya yang pertama. Pelajaran yang bisa diambil di sini, jangan pernah berhenti kalau karangan yang ditulis pertama, kedua, dan ketiga hilang atau dikembalikan redaksi ketika kita kirim ke suatu penerbitan.
Andrea Hirata, pengarang Novel Pasukan Pelangi yang laris manis sekarang ini, juga bukan pengarang yang sekali jadi. Bahkan dia pernah kapok tidak mau mengirim naskahnya ke penerbit manapun. Tapi dia tidak pernah kapok untuk menulis berbagai pengalamannya. Begitulah kalau mau jadi pengarang, akar persoalannya banyak calon pengarang yang gagal harus kita ketahui. Yakni mereka cepat menyerah, tidak mampu mempertahankan minatnya secara terus menerus.
Minat, ambisi, dan kepercayaan diri adalah kunci untuk menjadi seorang pengarang sukses. Kalau disuruh mencetak seseorang agar bisa menjadi pengarang, hingga sekarang belum ditemukan mesin seperti itu. Bahkan universitas mana pun di dunia ini belum ada yang bisa berbuat seperti itu. Apalagi kursus atau panduan semacam ini. Pedoman mengarang yang saya buat semacam ini hanya bisa untuk menciptakan iklim saja. Dan sedikit pentunjuk praktis. Kalau menguntungkan, kesempatan bisa bermanfaat, serta bakat dan minat lebih mungkin tersalur.
Iklim ini sebenarnya sangat membantu. Karena selama ini barangkali jarang ada orang yang bercita-cita mau jadi pengarang. Tidak percaya? Coba tanya ke anak kecil, mana ada yang mengatakan mau jadi pengarang. Idiom mereka umumnya, mau jadi dokter, guru, pilot, atau berbagai profesi lain, jarang ditemukan yang mau jadi pengarang. Padahal itu boleh. Dan bisa. Tidak ada yang melarang, sebagai salah satu pilihan cita-cita.
Dan harap maklum, tujuan mendasar saya membuat panduan menulis ini bukanlah untuk memunculkan sekian banyak pengarang, melainkan sekedar memberi pilihan. Tapi andaikata itu terjadi tidak salah juga. Saya tidak menyesal. Kalau cocok silakan jadi pengarang. Kalau tidak, juga tidak apa-apa. Paling tidak bisa belajar menulis secara baik. Baik untuk menulis surat maupun menulis buku harian.
Menulis surat sebenarnya sama saja dengan mengarang. Tujuannya membagikan pengalaman atau pengetahuan kepada orang lain. Bedanya, dalam menulis surat kita membagi pengalaman hanya kepada satu orang atau satu kelompok tertentu yang bakal membaca surat kita. Sementara pengarang lebih luas lagi, kepada siapa saja yang akan membaca karangan kita.
Sedangkan persamaanya dengan buku harian, saat mengarang kita harus jujur dengan diri kita sendiri. Apa pun yang ingin kita tulis, harus diceritakan apa adanya, terus terang tidak boleh menipu pembaca. Untuk itu harus ada kepercayaan diri, bahwa dengan mengarang kita melakukan sesuatu yang baik dan berarti. Walaupun yang kita tulis hanya masalah putus cinta atau patah hati. Dalam kasus seperti ini, biasanya sering terjadi lahirnya pengarang kagetan. Buku harian tiba-tiba penuh dengan berbagai curahan isi hati, dan puisi-puisi pun seperti tak terbendung.
Jujur dalam dunia karang mengarang memang punya definisinya tersendiri. Dalam kasus jatuh cinta misalnya, dia tidak musti harus ditulis dengan nama asli tapi tidak salah juga kalau hal itu mau dilakukan. Tapi yang jelas karanga seperti ini terdapat pada karangan fiktif. Bahan dasar, ide, ilham, bisa saja dari kejadian sehari-hari yang kita alami sendiri, akan tetapi tidak ada keharusan untuk selalu setia kepada kejadian yang sebenarnya. Karena realitas dalam karangan bisa berdiri sendiri, itu dianggap utuh dan sah.
Untuk Pelajaran pertama cukup di sini dulu, akan kita lanjutkan pada pelajaran kedua mengenai perbedaan antara realitas dalam karangan dan realitas sehari-hari.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar