Sabtu, 15 Mei 2010

Langsa Dan Aceh Timur Makin Panas

Panas
Oleh Ibnu Sa'dan
Mei 2010. Wilayah Kota Langsa dan Kabupaten Aceh semakin panas. Mata hari baru naik, tapi suhunya sudah menggelagak. Kemarau datang diarak gumpalan-gumpalan awan yang enggan beranjak. Angin pun raib, sesekali berembus malas, bahkan tak mampu menggerakkan jarum daun pohon cemara.
Warga yang tinggal di kota maupun di desa-desa menjadi gerah, di sana-sini mudah ditemukan orang yang gampang marah. Di waraung-warung kopi, di gardu jaga, di tempat tunggu beroabat rumah sakit, di rumah pegadaian, dan di sebarang tempat lainnya selalu ditemukan orang-orang frustasi. Mereka bicara ngorol ngidul kian kemari, mendiskusikan berita-berita koran sambil minum kopi pancung dari pagi hingga siang. Dan diskusi-diskusi mereka selalu berujung pada satu topik yang paling seru; yakni mencaci maki pemerintah.
Apapun kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang disetujui anggota dewan, dimata orang-orang yang sudah dilanda frustasi berat ini, satu pun tidak ada yang beres. Maka itu, perilaku para pejabat selaku orang pemerintah dan perilaku para anggota dewan selaku wakil rakyat, sama saja, keduanya pantas dihujat karena sikap mereka semakin jauh keberpihakannya kepada rakyat. Demikianlah kira-kira kesimpulan dari setiap diskusi itu.
Adapun para peserta diskusi ini, paling menonjol terdiri dari lima profesi yang tumpang tindih; mantan caleg yang gagal menadapat kursi di DPR, pegawai negri yang tak ada jabatan sehingga tak punya kesempatan melakukan korupsi, pengangguran, pensiunan, dan para kontraktor yang tidak mendapat proyek. Mereka tidak hentinya-hentinya menyalahkan pemerintah. Menyorot kinerja SKPD-SKPD, mengumpat anggota dewan, mengkritik kebijakan walikota atau bupati, dan tidak ketinggalan kadang-kadang memaki-maki aparat penegak hukum, serta menyumpah-nyumpah wartawan karena tidak menulis berita tentang berbagai ketimpangan yang terjadi.
Puncak diskusi yang paling panas, biasanya, kalau sudah menyentuh materi tentang kebijakan pimpinan di daerahnya, yang mereka nilai semua sama, jika sudah berkuasa pasti lupa daratan. Menurut penilaian orang-orang frustasi ini, baik Walikota Langsa Drs. Zulkifli Zainon, MM, maupun Bupati Aceh Timur Tgk. Muslim Hasballah, sama saja, selama mereka berkuasa tidak ada pembangunan apapun yang dibuat berpihak kepada rakyat. Jalan-jalan putus dan jembatan rusak di desa-desa dianggap tidak terlalu penting untuk diperbaiki, karena ada hal lain yang lebih mendesak yaitu membiayai anggota dewan study banding, membeli kenderaan-kenderaan dinas, atau menciptakan proyek-proyek baru yang menguntungkan koleganya.
Tentang perbaikan jalan putus dan jembatan rusak dianggap tidak penting, menurut mereka, karena tempat-tempat tersebut tidak pernah dilalui oleh para pejabat dan anggota dewan. Paling jalan dan jembatan itu, hanya dilalui anak-anak sekolah dan sebagian masyarakat yang tinggal di desa-desa. Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan program pengadaan kenderaan dinas, karena keberadaannya sangat vital untuk menciptakan kenyamanan kerja bagi para pejabat dan prestise mereka.
Menggelagaknya matahari, tipisnya lapisan ozon, diamnya angin, sekarang sedang berjalan searah berbanding lurus dengan panasnya hati sebagian warga Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur. Tapi tentunya berbanding terbalik dengan kondisi yang mengitari para petinggi di kedua daerah ini, mereka tidur di rumahnya dalam kamar ber AC, raung kerja ber AC, dalam mobil juga ber AC, dan kalau lagi sedang bosan bisa leluasa menggunakan SPPD pergi bolak balik ke Jakarta naik pesawat terbang seperti orang-orang kampung pergi ke jamban.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar