Selasa, 10 Juli 2012

Terkait Pengalihan Aset Pada Pihak Ketiga, Pedagang Langsa Ancam Lapor Pejabat Pemko Ke KPK



Haba Rakyat

Sofyan, Ketua FPKL
LANGSA: Para pedagang pasar Blok A Kota Langsa mengancam akan melaporkan sejumlah pejabat pemko setempat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Laporan tersebut berkaitan dengan adanya dugaan suap menyuap dalam pengalihan aset pemerintah pada pihak ketiga.

Sejak awal kita sudah mencium ada aroma yang tidak beres dibalik proses pembangunan pasar Blok A tersebut, karena masyarakat pedagang tidak dilibatkan,  ” demikian dikatakan Ketua Forum Komunikasi Pedagang Pasar Langsa (FKPL), Sofyan, kepada Waspada di Langsa, Selasa (10/7).

Menurutnya, sesuai dengan fakta sejak awal dimana masyarakat pedagang yang sudah bertahun-tahun menduduki toko tersebut tidak diajak oleh pemko. Dan tidak ada secarik kertas pun dari pejabat yang berwenang yang  dikirim kepada pedagang untuk menjelaskan bahwa bangunan itu sudah tidak layak lagi untuk dipakai.

Tapi secara tiba-tiba pedagang dipanggil rapat dan diputuskan harga yang harus dibayar pedagang jika ingin tetap berjualan tempat tersebut. Kemudian dengan tergesa-gesa pula para pedagang digusur untuk dipindahkan ke tempat penampungan sementara.

Proses penggusurannya sangat  mendadak, maka patut kita duga ada oknum pejabat di pemko langsa yang sudah menerima fee  dibalik proses tersebut,” ujar Sofyan.

Maka itu, kata dia, untuk jelasnya dan agar tidakterjadi  fitnah atas dugaan  tersebut sangat layak bila kasus ini dilaporkan ke KPK. Biar KPK saja yang akan membuktikan bahwa ada atau tidak suap menyuap dibalik kasus penyewaan tanah blok A tersebut.

Menurutnya, berbagai macam cara aspirasi sudah disalurkan pihaknya untuk menyampaikan keberakatan tapi hasilnya tidak maksimal. Bahkan terkesan ada pembiaran untuk tidak menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana.

Bahkan DPRK Langsa sendiri juga sudah membuat  Pansus beberapa waktu lalu, tapi hasilnya juga tidak jelas. Seharusnya setiap asset Negara yang mau dialihkan atau disewakan kepada pihak ketiga harus melalui tahapan-tahapan yang transparan.

“Ya paling tidak DPRK selaku perwakilan masyarakat harus tahu lah, bukan diam-diam saja,” ujar Sofyan.

Sejak awal masyarakat pedagang berkeberatan. Dan keberataan masyarakat pedagang tersebut cukup beralasan, karena harga kios yang ditetapkan pemerintah secara sepihak dengan harga sangat tinggi. Idealnya harga tersebut harus disepakati bersama-sama, agar tidak dianggap memeras pedagang, demikian Sofyan.

Harga yang harus dibayar para pedagang  Rp 145 juta/kios dengan ukuran 4x4 meter. Sementara ukuran sebelumnya 4x5 meter. Belum lagi masalah administrasi lain yang belum disiapkan seperti kontrak, gambar kios, serta pembayaran uang DP sebesar 30 % dimuka, tiba-tiba digusur begitu saja, tambahnya.  

“Idealnnya semua ini harus dibicarakan dengan pedagang, bukan malah sebaliknya ditetapkan sepihak,” ujarnya.

Bahkan sekarang ada lagi pedagang diancam-ancam melalui Bapekopas kalau tidak mau bayar maka kios itu akan dijual kepada yang lain, ini sungguh hal yang tidak  baik. Pemerintah tidak pantas berprilaku seperti itu, keluh Sofyan

Pemko dalam menunjuk  kontraktor pelaksananya juga tidak melalui mekenisme aturan di pemerintah itu sendiri.  Seharusnya diumumkan ke publik dan diberikan kesempatan kepada para kontraktor pembanding. Hal ini untuk mengetahui perbandingan harga dan nilai bangunan yang  akan dikerjakan.

Bukan dengan cara-cara pendekatan kekuasaan yang penuh arogansi, ” sebut Sofyan  lagi seraya menambahkan sudah tidak zamannya lagi hal sep[erti itu dilakukan. Karena semua pedagang pro pembagunan. Tetapi pembangunan yang beradab, tidak dengan kekerasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar