Haba Rakyat
![]() |
| Sofyan, Ketua FPKL |
LANGSA: Para pedagang pasar Blok A Kota Langsa
mengancam akan melaporkan sejumlah pejabat pemko setempat kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Laporan tersebut berkaitan dengan
adanya dugaan suap menyuap dalam pengalihan aset pemerintah pada pihak ketiga.
“Sejak awal kita sudah mencium ada aroma yang tidak beres
dibalik proses pembangunan pasar Blok A tersebut, karena masyarakat pedagang tidak
dilibatkan, ” demikian dikatakan Ketua Forum Komunikasi Pedagang Pasar Langsa
(FKPL), Sofyan, kepada Waspada di Langsa, Selasa (10/7).
Menurutnya,
sesuai dengan
fakta sejak awal
dimana masyarakat pedagang yang sudah bertahun-tahun menduduki toko tersebut
tidak diajak oleh pemko. Dan tidak ada secarik kertas pun dari pejabat yang
berwenang yang dikirim kepada pedagang untuk menjelaskan bahwa bangunan itu sudah tidak layak lagi untuk dipakai.
Tapi
secara tiba-tiba pedagang dipanggil rapat dan diputuskan harga yang harus
dibayar pedagang jika ingin tetap berjualan tempat tersebut. Kemudian dengan tergesa-gesa pula para pedagang digusur untuk
dipindahkan ke tempat penampungan sementara.
“Proses
penggusurannya sangat mendadak, maka patut kita duga ada oknum
pejabat di pemko langsa yang sudah menerima fee dibalik proses tersebut,”
ujar Sofyan.
Maka itu, kata dia, untuk
jelasnya dan agar tidakterjadi fitnah
atas dugaan tersebut sangat layak bila kasus ini dilaporkan
ke KPK. Biar KPK saja yang akan membuktikan bahwa ada atau tidak suap
menyuap dibalik kasus penyewaan tanah blok A tersebut.
Menurutnya, berbagai
macam cara aspirasi sudah disalurkan pihaknya untuk
menyampaikan keberakatan tapi hasilnya tidak maksimal. Bahkan terkesan ada
pembiaran untuk tidak menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana.
Bahkan
DPRK Langsa sendiri juga sudah membuat Pansus beberapa waktu lalu, tapi
hasilnya juga tidak jelas. Seharusnya setiap
asset Negara yang mau dialihkan atau disewakan kepada pihak ketiga harus
melalui tahapan-tahapan yang transparan.
“Ya
paling tidak DPRK selaku perwakilan masyarakat harus tahu lah, bukan diam-diam
saja,” ujar Sofyan.
Sejak
awal masyarakat pedagang berkeberatan. Dan keberataan masyarakat pedagang
tersebut cukup beralasan, karena harga kios yang ditetapkan pemerintah secara
sepihak dengan harga sangat tinggi. Idealnya harga tersebut harus disepakati
bersama-sama, agar tidak dianggap memeras pedagang, demikian Sofyan.
Harga yang harus dibayar para pedagang Rp 145 juta/kios dengan ukuran 4x4 meter. Sementara
ukuran sebelumnya 4x5 meter. Belum lagi masalah administrasi lain yang belum
disiapkan seperti kontrak, gambar kios, serta pembayaran uang DP sebesar 30 %
dimuka, tiba-tiba digusur begitu saja, tambahnya.
“Idealnnya
semua ini harus dibicarakan dengan pedagang, bukan malah sebaliknya ditetapkan
sepihak,” ujarnya.
Bahkan
sekarang ada lagi pedagang diancam-ancam melalui Bapekopas kalau tidak mau bayar maka kios itu akan dijual kepada yang
lain, ini sungguh hal yang tidak baik. Pemerintah tidak pantas berprilaku
seperti itu, keluh Sofyan
Pemko
dalam menunjuk kontraktor pelaksananya juga tidak melalui mekenisme
aturan di pemerintah itu sendiri. Seharusnya diumumkan ke publik dan diberikan
kesempatan kepada para kontraktor pembanding. Hal ini untuk mengetahui
perbandingan harga dan nilai bangunan yang akan dikerjakan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar