LANGSA : Sejumlah 62 orang pawang laot dan nelayan tradisional
Gampong Kuala Bugak dan sekitarnya di Kecamatan Peureulak, menyampaikan
keluhannya kepada Bupati Aceh Timur, Selasa (20/12). Mereka mengadukan perihal
nasibnya, tidak bisa melaut sejak
Tanggal 14 Desember lalu karena ada larangan dari security perusahaan
migas Trans World Seuruway Exploration Ltd (TSEL) yang sedang melakukan
kegiatan seismik di perairan Kuala Bugak.
Pengaduan kepada Bupati Aceh Timur itu mereka sampaikan secara tertulis
ditandatangani 62 orang pawang laot dan nelayan dengan tembusannya juga
ditujukan kepada sejumlah instansi terkait.
Setelah melapor kepada bupati, enam orang perwakilan mereka, secara
khusus menjumpai Waspada dan menyerahkan copi surat tersebut agar dapat
diberitakan.
Dengan didampingi Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Aceh
Timur, Agus Rajar Yahya, perwakilan pawang dan nelayan yang terdiri dari Geuchki
Kuala Bugak, Ibrahim Harun beserta Fadli, Junaidi, Abdullah, Asnawi dan Indra
menceritakan kronologinya tentang pelarangan melaut yang mereka terima.
Pada tanggal 14 Desember lalu, demikian mereka mengawali kisahnya, seperti
biasa para nelayan berangkat melaut sekira pukul 16.00 WIB. Dalam perjalanan
sekitar 4 mil dari garis pantai, mereka melihat sebuah kapal sedang menarik
kabel pada kedalaman sekitar 70 meter, dikawal dua unit kapal tage boat di kiri
kanannya. Dan sekira pukul 17.00 Wib mereka ingin tahu coba untuk mendekat
namun tidak berhasil, maka memilih lokasi lain untuk melabuh pukat. Sedang asyik bekerja lalu mereka diusir
dengan ancaman, dan mereka pun terpaksa pulang tanpa membawa tangkapan apa-apa.
Dua hari kemudian hal yang sama terulang lagi, sedang asyiknya para nelayan
melabuh pukat, datang tongkang mengusir mereka dengan tembakan ke udara tiga
kali. Ketika tongkang tersebut merapat,
kepada para nelayan lalu diserahkan secarik kertas bergambar kapal yang
sedang menarik kabel dengan tulisannya ‘daerah berbahaya’. Lalu para nelayan
itu kembali pulang dengan tangan hampa.
Akibat kejadian itu, kata para nelayan kepada Waspada dan sesuai dengan
yang disampaikan kepada bupati, mereka mengalami kerugian senilai Rp.2,5 juta
untuk biaya perlengkapan melaut termasuk harga BBM sekali melaut per satu boat
pukat. Dan sebanyak 35 unit boat nilon serta empat unit boat pukat teri seluruh
awaknya tidak bisa memperoleh hasil apa-apa dari melaut untuk menghidupi
keluarganya.
Atas semua kejadian itu, mereka mempertanyakan kepada Bupati Aceh Timur
siapa yang bertanggungjawab atas kerugian nelayan tersebut. Dan apakah benar
wilayah perairan laut Aceh Timur mulai dari Kuala Bugak s/d. Kuala parek telah
dikuasai Perusahaan Migas TSEL?
“Kalau hal itu benar, lalu dimanakah lokasi yang aman di perairan tersebut
bagi para nelayan untuk mencari ikan?” demikian mereka mempertanyakan seraya
menambahkan, apakah masih ada harapan bagi masyarakat nelayan mencari nafkah di
laut dengan tanpa intimidasi, ancaman dan ditakut-takuti oleh pihak perusahaan
TSEL?.
Bantahan TSEL
Sementara
itu, Site Public and Government Relation Perusahaan Migas TSEL, Zubir MA, yang Waspada hubungi secara terpisah tentang tudingan
nelayan tersebut, membantah pihak Transworld Seruway
Exploration Ltd pernah mengancam apalagi dengan menggunakan senjata, terhadap
nelayan yang melakukan aktivitasnya di laut. Yang pernah terjadi, katanya, dilakukan tembakan suar untuk mengarahkan
nelayan keluar dari jalur areal berbahaya kegiatan seismik.
“Ini
harus kita luruskan, adanya penembakan hanya isu yang
sengaja dihenmbuskan pihak pemain lama
yang tidak senang dengan keberadaan seismik, mereka
sengaja hendak mengganggu kegiatan seismik. Namun persoalan ini telah
selesai dan nyatanya nelayan tidak terpoprokasi atas tindakan pihak tak
bertanggung jawab tersebut, karena sebelum kegiatan seismik di laut lepas Aceh Timur ini kita lakukan, jauh hari nelayan telah
diberikan pemahaman dan sosialisasi yang sebenarnya,” demikian Zubir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar