DILIHAT dari rencana, ditinjau dari program, cita-cita CEO PT. PLN, Dahlan Iskan, sunguh sangat mulia. Di halaman website PLN dia menulis, setiap pejabat setingkat kepala cabang harus dapat mengalahkan Malaysia dalam memberi layanan jasa penerangan kepada masyarakat. Maka itu tahun 2011, demikian Dahlan Iskan, bagi PLN adalah tahun mencangkul yang dalam.
Ukuran cangkul yang dalam dan menang atas Malaysia, urai Dahlan Iskan dalam tulisan itu, adalah pengakuan dari masyarakat bahwa PLN sudah menang. Tolok ukur pengakuan tersebut, diambil dari standar internasional yang sudah baku: berapa kali mati lampu, berapa lama mati lampu, berapa banyak pengaduan, berapa lama menangani pengaduan dan –apa boleh buat: ratio elektrifikasi.
Di Kota Langsa, konsep agung dan tiori jenius pejabat tertinggi PT. PLN itu ternyata tidak seindah cita-citanya. Cangkul PLN di sini telah merampas pendapat rakyat jelata. Setiap warga yang berlangganan listrik, sejak tiga bulan terakhir tahun ini dipksa harus membayar lebih senilai Rp. 1.600 dari biaya pemakaian.
Bayaran lebih itu untuk keuntungan pihak ketiga, karena PLN sekarang sudah memakai jasa PPOB (Payment Point Online Bank) dalam menerima pembayaran rekening listrik.
“Rp. 1.600 dikerok tiap pelanggan, begitulah cara PLN mencangkul di Kota Langsa,” demikian kata Ketua GP Ansor setempat, Rahmad Hidayat, ST, Selasa (26/4). Menurut dia, kalau begitu cara mencari kemenangan atas Malaysia, PLN jelas sudah duluan menang atas negara tetangga itu. Tapi menang dalam arti yang negatif, yaitu menang menindas rakyat.
Sementara dalam memberi pelayanan, tambah Rahmat Hidayat, apa yang dicita-citakan CEO PLN, Dahlan Iskan, masih jauh dari harapan. Karena pejabat PLN di Kota Langsa sudah lama menutup mata dan telinga terhadap keluhan warga. Pengaduan lampu mati dan sejumlah alat elektronik yang rusak karenanya, kata Rahmat Hidayat, tidak pernah ada respon yang memuaskan. Kalau ada laporan semacam itu hanya dianggap angin lalu saja.
Demikian juga keluhan warga tentang pembayaran rekening listrik pada Bulan Maret dan April yang harus melakukan atrian lama di loket PLN. Karena pada dua bulan tersebut PLN Cabang Langsa masih membuka sebuah loket di kantonya, tapi jumlah petugas dikurangi, agar warga yang keberatan membayar lebih Rp. 1.600 bisa membayar di tempat itu.
Keluhan warga tersebut, Kata Rahmat Hidayat, sekarang sudah dijawab pihak PLN dengan menempelkan pengumuman di pintu masuk, bahwa untuk bulan Mei 2011 PT. PLN Cabang Langsa tidak lagi menerima pembayaran di loket. Ini artinya, sejak Mei 2011 seluruh pelanggan listrik di Langsa mau tidak mau, tidak ada pilihan lain, harus rela membayar lebih senilai Rp. 1.600 dari biaya listrik yang dipakai.
“Cangkul PLN Cabang Langsa sekarang sangat kejam, tidak ada pilih kasih, warga yang tidak mampu pun dibabatnya sama rata,” kata Rahmat Hidayat menyesali. Uang senilai Rp. 1.600 memang kurang berarti bagi orang yang berkecukupan, tapi bagi masyarakat miskin jumlah tersebut sangat berharga. Seharusnya PLN Cabang Langsa meninjau ulang kebijakannya untuk menutup loket pembayaran di kantornya, jika benar-benar ingin membantu masyarakat, dan melaksanakan impian Dahlan Iskan, ingin menang atas Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar