Senin, 13 Desember 2010

Kota Pertama Di Muka Bumi

Mengenal Kota Jeddah Sebagai Pintu Masuk Ke Tanah Suci

Oleh Ibnu Sa'dan

Bagi setiap calon jamaah haji dari Indonesia yang berangkat ke tanah suci, hampir dapat dipastikan kalau peraturan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak berubah, tanah pertama yang akan diinjak setelah meninggalkan tanah air dalam penerbangan yang memakan waktu lebih kurang delapam jam adalah tanah yang berada di Kota Jeddah.
Tanah yang berada di kawasan ini sebenarnya juga merupakan tanah pertama yang diinjak oleh nenek kita semua, Hawa istri dari Nabi Adam As, ketika turun dari surga.

Karena cantiknya, Kota Jeddah dijuluki Sang Penganten Putri Laut Merah, dan karena strategisnya, ia dijuluki Pintu Gerbang Dua Tanah Haram, dan karena hiruk pikuk bisnisnya, ia dijuluki Kota di Tengah Pasar. Itulah Jeddah kota yang mula-mula berupa dataran rendah di pinggir laut merah yang ditempati suku Quda’ah ketika istirahat dari berburu ikan kemudian pada akhirnya jadi perkampungan mereka.




Mengenal Kota Pertama Di Muka Bumi

Setiap ummat Islam yang hendak menunaikan ibabadha haji atau umrah sudah pasti kota yang ditujukan adalah Makkah Al Mukarramah, karena di kota inilah letaknya seluruh tempat untuk melakakukan segala kegiatan yang termasuk ke dalam rukun haji dan umrah.

Makkah, sesungguhnya adalah nama kota yang pertama kali ada di muka bumi ini, karena Nabi Adam As. sebagai manusia pertama yang hidup di bumi bermukim di tempat ini, dan kemudian dari sinilah keturunannya berkembang ke segala penjuru dunia.
Ketika pertama kali Nabi Adam tinggal di sini, beliau minta kepada Allah agar Diselamatkan dari godaan iblis yang telah menjerumusnya waktu di surga. Atas perintah Allah kemudian para malaikat turun ke bumi mengelilingi tempat tinggal Nabi Adam As. untuk memagarnya agar iblis tidak bisa mencapai ke daerah tersebut. Lantas kawasan yang dijaga para malaikat itu kemudian menjadi batas tanah haram Makkah.

Menurut cerita dalam Buku Makkah, Madinah dan sekitarnya yang dikutip dari Kitab Muruj Al-Dzahab, ketika Nabi Adam wafat pada usianya 930 tahun beliau meninggalkan anak, cucu dan cicitnya sebanyak 40 ribu orang, dan kepemimpinan dipegang oleh Syits bin Adam yang kemudian secara turun temurun sampai kepada Nabi Idris As. hingga kepada Nabi Nuh As.

Ketika tiba pada masa Nabi Nuh As kejahatan dan kemungkaran di muka bumi sudah sangat merajalela, sehingga dengan terpaksa Nabi Nuh As. harus merelakan kaumnya itu mendapat azab dari Allah berupa banjir bah yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi selama lima bulan.

Setelah peristiwa banjir tersebut, seluruh manusia habis musnah kecuali yang tinggal hanya Nabi Nuh bersama tiga orang anak laki-lakinya dan tiga orang menantunya, ditambah lagi 40 orang laki-laki dan 40 orang perempuan lainnya yang ikut naik ke dalam Bahtera. Jadi rombongan dari Nabi Nuh itulah yang kemudian melahirkan manusia hingga sampai sekarang dan seterusnya.

Karena setelah banjir besar itu bahtera yang ditumpangi rombongan Nabi Nuh kandas di Bukit Judi, maka dengan serta merta di Makkah tidak ada lagi orang yang tinggal. Setelah sekian lama waktu berselang barulah kota Makkah mulai berpenghuni kembali menyusul Nabi Ibrahim As. menempatkan Nabi Ismail As. bersama ibunya Siti Hajar di sana atas perintah Allah.

Sejak saat itu seiring dengan perkembangannya hingga sekarang Kota Makkah terus berkembang dan berkembang. Tapi luas tanah haram Makkah tidak pernah berubah karena batas-batasnya sudah ditetapkan. Batas-batas tanah haram yang sudah ditetapkan itu dari utara Mesjid Al Haram sekitar 7 kilometer, dari arah selatan sekitar 13 kilometer, dari arah barat sekitar 25 kilometer dan dari arah timur sekitar 25 kilometer.

Di dalam kawasan tanah haram tersebut Allah menetapkan bangunan ka’bah dan Masjidil Haram, kemudian Nabi Akhir Zaman Muhammad SAW juga lahir di sini. Di tempat mulia ini binatang buruan tidak boleh diburu, pepohonan tidak boleh dirusak, batu dan tanahnya tidak boleh dibawa ke luar, serta orang non muslim tidak boleh masuk.
Secara geografis kota tempat lahirnya Nabi Muhammad SAW ini berada antara 39-40 derajat garis Bujur Timur dan antara 21-22 derajat garis Lintang Utara. Jaraknya dengan Kota Jeddah sekitar 74 kilometer, dengan Kota Thaif 80 kilometer, dengan Kota Madinah Al Munawarah 470 kilometer, dan dengan Kota Riyadh, Ibukota Kerajaan Arab Saudi 990 kilometer. Permukaan tanahnya tidak rata, banyak terdapat bukit dan gunung batu yang tandus dengan tinggi daratan di atas permukaan laut kira-kira 280 meter.

Iklim yang melingkupinya pada Bulan Juli dan Agustus udara sangat panas dengan suhu bisa mencapai 54 derjat celcius, sementara pada Bulan Dsember dan Januari udaranya sangat dingin dengan suhu bisa mencapai 10 derajat celcius. Sepanjang tahun Kota Makkah sangat jarang mendapat curah hujan.

Sebelum Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi menemukan minyak bumi sebagai penghasilan negaranya pengawasan terhadap pendatang yang tiap tahun menunaikan ibdaha haji ke Kota Makkah tidaklah terlalu ketat. Sehingga banyak orang yang naik haji waktu itu tidak lagi pulang ke tanah airnya dengan berbagai alasan, bahkan kemudian banyak yang menetap. Maka sekarang banyak dijumpai penduduk kota Makkah tidak asli Arab walaupun mereka berbahasa Arab.

Setelah Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi mendapat penghasilan dari minyak bumi yang melimpah, Kota Makkah pun ikut ditata dengan pembangunannya yang begitu pesat.

Sekarang pembangunan jalan-jalannya cukup teratur dan bagus-bagus sehingga dapat ditempuh dari segala penjuru, baik dengan melewati jalan layang, jalan bawah tanah, terowongan (tunnel) yang sambung menyambung, dan beberapa ruas jalan lingkar.
Sesuai dengan tuntutan keadaan, di Kota Makkah juga sudah dibangun hotel-hotel bertaraf internasional dan jaringan-jaringan komunikasi ke seluruh penjuru bumi, sehingga hampir pada setiap tempat di pinggir jalan kota ini para jamaah haji dari negara mana pun berasal dapat melakukan kontak ke tanah airnya kapan saja dengan biaya yang relatif sangat murah. Tarif hotel pun relatif lebih murah bila dibandingkan dengan hotel-hotel di negara lain.




Sejarah Masjidil Haram

Sebagai pusat Kota Makkah adalah Masjid Al-Haram yang di dalamnya terdapat bangunan Ka’bah, kiblat ummat Islam di seluruh dunia pada waktu menunaikan ibadah shalat.
Masjid ini mula-mula dibangun secara permanen oleh Sayyidina Umar bin Al-Khatab pada tahun 638 M. Sebelum itu Masjid Al-Haram hanya berupa halaman kososng sekeliling ka’bah yang dibatasi rumah-rumah penduduk dan gang, antara rumah-rumah penduduk dan gang atau lorong itulah yang disebut pintu Masjid.

Ketika Amiril Mukminin Umar bin Khatab membangun Masjid secara permanen mengelilingi Ka’bah, semua rumah-rumah dan tanah penduduk yang terkena lokasi bangunan itu dibeli pada pemiliknya masing-masing.

Demikian juga selanjutnya dilakukan oleh Amiril Mukminin Ustman bin Affan sebagai Khalifah ketiga setelah wafatnya Rasulullah SAW, ketika memperluas bangunan Masjid Al-Haram secara permanen pada tahun 646 M, rumah-rumah penduduk dan tanah yang terkena lokasi bangunan dibeli dari pemiliknya.

Dari masa ke masa Masjid Al-Haram ini terus mengalami perubahan dan perluasan. Pemrakarsanya adalah raja-raja Islam yang berkeperluan terhadap Masjid. Dan Pembangunannya yang paling besar dalam sejarah adalah yang dilakukan oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz yang bergelar Pelayan Dua Tanah Haram, Raja Arab Saudi sebelum diganti oleh Raja Abdullah yang berkuasa sekarang ini.

Pada saat sekarang luas bangunan Masjid Al-Haram 328 ribu meter persegi, dapat menampung jamaah pada waktu sekali shalat hari-hari biasa 730 ribu orang, dan lebih satu juta jamaah pada musim haji. Sebelum diperluas Raja Fahd, luas Masjid ini 151 ribu meter persegi hanya dapat menampung jamaah dalam waktu sekali shalat hari-hari biasa 313 ribu orang, dan kurang lebih setengah juta orang pada waktu musim haji.
Karena bentuk bangunan Masjid Al-Haram ini relatif bulat mengelilingi Ka’bah, maka pintu masuk ke dalamnya sangat banyak. Antara lain ada 4 pintu utama dan 45 pintu biasa yang terbuka 24 jam. Karena itu, bagi jamaah haji atau umrah yang baru pertama kali datang sebaiknya harus mengingat dari pintu mana ketika masuk dengan mencatat nomor atau namanya, agar ketika balik dari Masjid ke penginapan tidak salah jalan atau tersesat.

Keistimewaan tempat suci Masjid Al-Haram ini banyak sekali. Antara lain sekali melaksanakan shalat di sini lebih utama dari pada shalat seratus ribu kali di Masjid yang lain. Demikian juga dalam melaksanakan ibadah-ibadah lain seperti berzikir, berdoa, bersedekah, dan sebagainya.

Datang ke Masjid ini dengan niat yang tidak baik atau dengan berencana berbuat zalim, Allah langsung mengzabnya dengan siksa yang pedih. Banyak cerita yang seakan-akan tidak masuk akal pernah dialami para jamaah haji, diantaranya ada orang yang berhari-hari tidak tahu jalan pulang ke penginapan hanya karena merasa sombong dalam hati.

Tempat-tempat penting di dalam Masjid ini selain Ka’bah juga banyak yang lain, antaranya Makam Ibrahim, Hijir Ismail, Mata Air Zamzam, mas’a yaitu tempat sa’i antara Bukit Safa dan Marwa. Semua tempat ini pada waktu yang akan datang akan penulis jelaskan lagi secara rinci satu persatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar