Multi Kejanggalan Pada Proyek Multi Years
Oleh Ibnu Sa’dan
HABA RAKYAT: Menyusul ditemukan berbagai kejanggalan dalam proses pelaksanaan proyek multi years senilai Rp. 120 Milyar, sejumlah anggota DPRK Aceh Timur berang karena merasa dibodohi-bodohi pihak tim asistesni bupati dan pelaksana proyek. Kejanggalan-kejanggalan tersebut hampir tak masuk akal jika dilakukan manusia secara normal, tapi berdasarkan fakta dan pengakuan kedua pihak tersebut begitulah kejadiannya. Mereka, dalam tempo satu hari sanggup melakukan tujuh tahapan untuk pencairan uang muka secara tuntas, tanpa kendala sedikit pun. Namun ketika proyek dikerjakan malah terhenti di tengah jalan.
Fakta dan pengakuan yang janggal itu terungkap dalam sidang terbuka Pansus Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur di kantor DPRK setempat di Kota Langsa, selama dua hari, Senin dan selasa (26-27/7). Sidang pada hari pertama pansus meminta keterangan dari anggota tim asistensi bupati, dan hari kedua dilanjutkan dengan penanggungjawab pelaksana proyek, Direktur PT.TGI Paulus Slamet Wijaya.
Pada sidang hari kedua, kemarin, tim pansus pusat pemerintahan Aceh Timur sempat merasa heran, karena berdasarkan data yang ditemukan terdapat kejanggalan yang aneh pada proses pencairan uang muka senilai Rp.19, 5 milyar, dimana semua tahapannya dilakukan pada satu hari yang sama, yakni tanggal 8 Desember 2009. Menurut Ketua pansus, Tajul Ula, hal itu sangat luar biasa, karena pimpinan PT TGI selaku pelaksana proyek mampu menyiapkan seluruh adminitrasnya dalam rentang waktu hanya satu hari. Padahal lokasi dia harus berada pada satu hari tersebut berbeda-beda, mulai di Langsa, Sulut, Sumsel, dan Jakarta.
“Entah bagaimana caranya, satu hari itu pimpinan PT TGI dapat menuntaskan semua tahapan tersebut. Ini sungguh di luar kebiasaan yang ada,” Demikian ungkap Ketua Pansus Pusat Pemerintahan, Tajul Ula, di sela-sela acara sidang dengar pendapat dengan Direktur PT TGI Paulus Slamet Wijaya diruang sidang A DPRK Aceh Timur.
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam satu hari itu antara lain, kontrak kerja, pembayaran pajak pengukuhan, menyiapkan surat keterangan referensi Bank BPD Aceh, garansi bank untuk jaminan pelaksana dari Bank Sulut dan Bank Sumsel, serta penunjukkan barang dan jasa dari Dinas PU Aceh Timur, ditambah lagi, SPMF PU dan yang terakhir surat penyerahan lapangan dari PU. Semua dokumen tersebut tertanggal 28 Desember 2009.
Tajul Ula benar-benar merasa heran, bagaimana mereka bisa membuat kontrak kerja di Langsa, dan membuat garansi jaminan banknya di Sulut dan Sumsel dalam satu hari. Padahal lokasi ketiga tempat tersebut sangat berjauhan.
“Ini sungguh tidak masuk akal, dan patut kita duga ada permainan kelas tinggi dalam upaya menyiapkan seluruh administrasi terkait pencairan uang muka tersebut,” kantanya. Sementara syarat dalam Kepres No 80 tahun 2003 sudah mengatur tata cara dan mekanisme untuk menarik uang muka, semua itu ada tahapan yang tidak mungkin dilakukan pada satu hari yang sama.
Dan kejanggalan lain juga terdapat pada uang muka yang telah dicairkan sebesar Rp 19.5 milyar itu tidak sebanding dengan volume kerja dilapangan yang hanya mencapai kurang lebih 4,2%, kalau dinominalkan dengan angka kurang lebih Rp 6 milyar.
“Kemanakah sisa uang DP tersebut digunakan,” tanya Muzakir, anggota pansus yang lain seraya menambahkan karena dari data yang berhasil dikumpulkan pansus menyebutkan bahwa uang DP yang sudah ditarik digunakan PT TGI justru untuk membiayai 4 proyek lain di luar proyek pusat pemerintahan Aceh Timur, dan kalau ini benar maka ini jelas-jelas pelanggaran terhadap Keppres.
Akibat itu akhirnya telah terjadi krisis keuangan PT TGI, dan terpaksa menghentikan sementara operasionalnya.
Namun hal itu dibantah Direktur PT TGI Paulus Slamet Wijaya bahwa tidak ada terhentinya operasional, tapi lebih kepada keterlambatan saja. Itu hanya masalah SDM di internal perusahan yang sedikit bermasalah dan sekarang sudah ganti yang lain, uajrnya. Sementara mengenai tuntasnya semua urusan dalam satu hari pada tanggal 8 Desember 2009, katanya, itu semua karena sudah disiapkan pihak Dinas PU Aceh Timur. Begitu juga terkait tundingan volume kerja yang baru mencapai 4,2 persen, Paulus membantahnya, karena berdasarkan laporan yang ada di pihaknya volume kerja sudah mencapai 12 persen, tapi belum dihitung secara detail.
Namun kejadian yang aneh dan sempat mengundang gelak tawa seluruh peserta sidang pansus, ketika ketua Pansus Tajul Ula menanyakan tanggal 8 Desember 2009 Paulus berada dimana. Dengan rasa tidak bersalah, Paulus menjawab berada di Langsa persisnya di Kantor PT TGI di Jln TM Bahrom Langsa Barat.
“Benar saudara tanggal 8 Desember berada di Langsa?,” Tanya Tajul, sang direktur PT TGI pun menjawab, benar. “Jadi kalau demikian garansi Bank Sumsel dan Sulut siapa yang tanda tangan?” Lalu dijawab “saya juga,” maka seketika jamaah sidang jadi ketawa.
Dan kejanggalan yang lain lagi, ketika Ketua Pansus menanyakan dimana dia menanda tangani garansi Bank sumsel itu, Paulus pun menjawab di Jakarta. Sementara hasil temuan Pansus setelah berkunjung ke Bank Sumsel di Pelembang, bank tersebut tidak memiliki cabang di Jakarta.
Berdasarkan fakta dan pengakuan yang janggal tersebut, menurut Tajul Ula, pihak pansus sudah banyak menemukan berbagai hal terkait terhentinya pembangunan pusat pemerintahan itu. Dan seluruh temuan itu nantinya akan kita rangkumkan dalam bentuk rekomendasi dan akan paripurnakan pada sidang paripurna DPRK Aceh Timur dalam waktu dekat ini.
“Pokoknya pansus dewan sudah buktikan bahwa tidak main-main dengan kerja ini semua sudah jelas duduk perkaranya, tinggal pihak terkait merespon temuan kita ini ,” imbuhnya.
Sementara satu hari sebelumnya, pansus yang sama juga telah meminta keterangan Tim Assitensi (TA) Bupati Aceh Timur masing-masing, M Juli Fuadi, Faisal Saifuddin dan Kausar. Ketiga mereka ditenggarai mengetahui duduk masalah mengapa proses pembangunan pusat pemerintahan di Titi Baro Peudawa Aceh Timur itu terhenti.
Adapun dasar hokum pemanggilan ketiga tim asitensi bupati tersebut, karena tiganya hadir saat rapat evaluasi 8 April 2010 di Pendopo Bupati Aceh Timur di Kota Langsa. Dalam absen hadir ketiganya menanda tangani atas nama TA.
Demikian ungkap, Ketua Pansus Pusat Pemerintahan Aceh Timur, Tajul Ula, saat membuka sidang pansus di ruang A DPRK Aceh Timur yang terbuka untuk publik tersebut. Menurutnya, atas dasar itu lah pansus berpendapat bahwa tim asistensi pasti mengetahui apa yang sedang terjadi pada pelaksanaan program pusat pemerintahan.
Setelah membicarakan dengan semua anggota pansus akhirnya diambil kesimpulan untuk memanggil semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut termasuk ketiga Tim Asistensi Bupati.
Hal ini lebih kepada untuk mengetahui dan mengali informasi dalam upaya mencari solusi terkait masalah tersebut. Jadi tidak ada motif lain, hanya sekedar mengkonfrontir temuan pansus dengan tim asistensi itu sendiri. Selanjutnya ingin mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan TA setelah mengetahui bahwa ada masalah pada tahapan pelaksanaan program pusat pemerintahan.
Namun sangat disesali karena tim asistensi dinilai tidak koorpratif dalam memberi jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan anggota pansus. Jawaban mereka mengambang, kebanyakan pertanyaan tidak dijawab secara detail dan terinci. Tapi jawaban mareka lebih kepada buang badan, karena itu bukan tugas mareka.
Bahkan salah seorang anggota pansus Muzakir alias Geuchik Ki sempat berang atas jawaban Kausar yang mengatakan dirinya bukan bendahara PT TGI. Pada hal, maksud Geuchik Ki hanya menanyakan apakah TA tahu bahwa PT TGI telah menarik uang dp sebesar 19 milyar.
Dan kenapa dp yang sudah ditarik sebesar itu tapi proresnya tidak seperti lazimnya, pansus TA dianggap pasti tahu, karena berdasarkan rapat evaluasi dihadiri oleh mereka. tim Bahkan dari data yang dmiliki pansus, pihak pelaksana dalam hal ini kuasa Direktus PT TGI Paulus dalam rapat evaluasi itu mengatkan dana DP 19 milyar yang sudah ditarik itu untuk membiaya 4 program kerja lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar