Mesin Parut Dari Luar Daerah Gerogoti Dana Pembangunan Aceh Timur
Ibnu Sa’dan
JIKA dana pembangunan di Kabupaten Aceh Timur diibaratkan seumpama isi buah kelapa dalam tempurung, maka keberadaannya sama di seluruh bagian, tapi kemudian semua menjadi ludes digerogoti mata-mata runcing yang tajam dari sebuah mesin parut. Dan mesin parut itu tidak lain adalah kekusaan yang berada di luar sistem, mereka mengerogoti seluruh bagian dana Aceh Timur secara merata dengan sistematis , terus menerus, dan berputar dengan kecapatan yang tinggi.
Karena mesin parut tersebut berada di luar sistim dan berasal dari luar daerah, maka hasil gerootannya pun hilang tidak berbekas, kecuali hanya remah-remahnya saja yang tinggal. Sementara inti santannya mengalir ke tempat lain, menjadi bahan makanan enak orang luar. Yang tersisa untuk rakyat Aceh Timur tinggal keuremeuh (ampas) dalam bentuk proyek-proyek setengah jadi atau proyek asal-asalan yang setelah selesai dibangun tidak bisa dipergunakan.
Gambaran miris nan memprihatinkan ini terungkap, Jumat (18/6), di rumah Dinas Wakil Bupati Aceh Timur, Nasruddin Abubakar, S.Pd.I, di Jalan TM. Bahrom, Langsa. Ketika itu Wakil Bupati Aceh Timur bersama Ketua DPRK Aceh Timur, Tgk. Aliuddin, mengadakan silaturrahmi dengan sejumlah wartawan, dan dalam bincang-bincang itulah tersibak apa yang selama ini tersembunyi. Khususnya mengenai penggunaan dana pembangunan di Aceh Timur yang banyak merugikan rakyat dan daerah, tapi menguntungkan orang-orang luar.
Perbincangan pertama bermula pada topik terhentinya pembangunan pusat pemerintahan senilai Rp. 130 Milyar di Kecamatan Idi Rayeuk yang dibangun PT. Trilion Glory Internasional (TGI). Kemudian berkembang pada pelaksanaan pembangunan sejumlah proyek jalan yang sumber dananya dari stimulus pemerintah pusat senilai Rp. 20 Milyar, lalu melebar ke dana bantuan hibah senilai Rp. 35 Milyar, masuk ke dana otsus, terus meluas ke berbagai sumber dana lainnya yang hampir semua bernasib sama. Dananya telah habis ditarik pembangunan tidak selesai.
Ketika wartawan menanyakan kepada Wakil Bupati dan Ketua DPRK Aceh Timur kenapa kejadian ini bisa berlangsung, mereka memang selalu mengelak untuk memberikan jawaban yang jelas. Secara diplomasi mereka berputar-putar, kelihatan mau menghindar dengan jawaban-jawaban lain, dan mengatakan akan menelusuri lebih dahulu dengan pembentukan pansus dalam waktu yang dekat. Namun dari celah-celah jawaban mereka yang tidak fokus dapat ditangkap, akar penyebab dana pembangunan Kabupaten Aceh Timur babak belur karena ada kekuasaan yang lebih kuat berada di luar sistim.
Ketika akar persoalannya telah tersibak, para wartawan pun dapat melihat dengan terang benderang yang dimaksud dengan kekuasaan di luar sistim memang tidak lain adalah tim asistensi bupati yang keberadaannya tidak digaji secara resmi. Namun pendapatannya melebihi Wakil Bupati, para anggota dewan, dan para kepala dinas serta pegawai-pegawai lainnya yang ada di Aceh Timur. Karena kekuasaan, mereka bisa bertindak seperti mata mesin parut menggerogoti semua bagian isi tempurung dana pembangunan yang ada di Aceh Timur.
Dalam penentuan penempatan pejabat eselon, penentuan pemenang proyek yang ditender, dan berbagai kebijakan yang berekses pada finansial mereka sangat memegang peranan. Namun jika hasilnya tidak pernah mencapai pada sasaran mereka langsung lepas tangan, demikianlah mesin parut itu bekerja hanya untuk mencari keuntungan tapi tidak peduli kepada nasib rakyat. Wakil Bupati dan ketua DPRK Aceh Timur tidak membantah ketika kesimpulan itu disodorkan kepadanya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar