Bak cerita suster apung sebuah epik dalam film
dokumenter peraih dominasi pada ajang Eagle
Awards Documentary Competition yang digelar stasiun televisi
MetroTV beberapa waktu lalu.
Film
itu bercerita kisah hidup Hj. Andi Rabiah yang
menghabiskan separuh umurnya mengarungi lautan di Kepulauan Sulawesi dan
Flores untuk menyembuhkan pasien-pasien yang tersebar di
sekitar pulau-pulau kecil dengan hanya berbekal tekad dan perahu.
Lakon tersebut juga dijalani Syarifuddin,31, kendati
hanya seorang perawat dengan status honore pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Pukesmas)
Langsa Kota, dia dengan senang hati ditugaskan ke Gampong Teulaga Tujoh yang
berada di Pulau Pusong, kawasan yang terletak di tengah lautan selat Malaka.
Hari-hari Syarifuddin dimulai ketika harus bergegas
berangkat dari rumahnya di Gampong Meurandeh, Kecamatan Langsa Lama, Kota
Langsa saat matahari masih malu-malu beranjak dari peraduannya.
Syarifuddin
harus sudah tiba di dermaga Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kuala Langsa pada
pukul 7.30 Wib, “Itu perahu penyeberangan terpagi yang ada menuju ke Pulau
Pusong, kalau terlambat kita harus menunggu berjam-jam untuk perahu
keberangkatan selanjutnya,” ujarnya saat menemaninya menunggu perahu yang akan
berangkat ke Pulau Pusong di dermaga TPI Rabu (15/2) lalu.
Bertugas ke Pulau Pusong merupakan pengalaman baru
baginya sejak mengambdi di Pukesmas Langsa Kota tahun 2005 lalu, baru awal
tahun 2012 dia ditempatkan di Pukesmas pembantu (Pustu) Pusong.
Awalnya suami Lina wahyuni,28 ini, sangat keberatan
ditempat terpencil tersebut, pasalnya sebagai tenaga honore dengan pendapatan
Rp 650 ribu perbulan dirasakan sebagai beban yang berat.
Dia menuturkan dengan gaji tersebut dia harus
menghabiskan biaya hampir setengah gajinya
Rp 300.000 perbulan dipergunakan untuk biaya trasportasi dan makannya
selama bertugas di Pusong.
“Dengan gaji Rp 650.000 perbulan saya harus
mengeluarkan biaya Rp 300.000 untuk biaya trasportasi dan makan saya, sementara
sisanya untuk keperluan lain,” ujarnya tersenyum pahit.
Tidak ada biaya tambahan dari Pemerintah Kota Langsa
untuk tugas yang harus dijalaninya, dia harus berjuang sendiri mencari dana
tambahan untuk keperluan pergi ketempat tugasnya dan menghidupi dirinya serta
istrinya yang saat ini sedang hamil.
Bukan hanya persoalan dana yang harus dihadapinya
sikap warga Pusong yang berkarakter keras kepala juga menjadi masalah
tersendiri, kadangkala dia harus padai mensiasati keadaan dan kesempatan untuk
mengobati pasiennya.
Dia bercerita pernah ada suatu hari seorang ibu
membawa anaknya ke Pustu dalam keadaan demam berat, setelah diperiksa ternyata
sianak mengalami infeksi di ujung kemaluannya sehingga menyebabkan demam.
Namun oleh sang ibu mengatakan demam tersebut sebagai
tanda anaknya akan terkena campak, sehingga dia hanya meminta perawat
memberikan obat penurun panas saja.
“Berulangkali saya jelaskan deman si anak akibat
infeksi di kemaluannya , namun orang tuanya tetap bersikeras deman itu karena
mau keluar campak, sehingga hanya cukup kasih obat demam saja ” ujarnya.
Syarifuddin mengalah dia akhirnya memberikan obat
deman, namun diam-diam dia menambahkan obat anti biotic untuk menyembuhkan
infeksi si anak, “kalau tidak kasih obat anti biotic tidak bakalan deman itu
sembuh,” katanya.
Sebagai perawat, Syarifuddin memiliki prinsip bekerja sebagai pelayanan dan tanggung jawab
kepada masyarakat. Ia memandang para pasiennya sebagai saudara dan rakyat Indonesia
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebuah sikap yang terus
diperjuangkan sekuat tenaga meskipun selalu mengarungi lautan yang sering kali
tidak ramah.
Minimnya perhatian pemerintah Kota Langsa terhadap
tugas para perawat di daerah terpencil juga diutarakan Elhadi, kepala Pustu Pusong, hamper lima tahun
dia bertugas di Pusong sampai saat ini pemerintah Kota Langsa tidak pernah
memberikan dana tambahan untuk tugasnya tersebut.
“Resiko sebagai pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus
siap ditugaskan dimana saja ,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon
gengamnya beberapa waktu yang lalu.
Kepala Dinas kesehatan Kota
langsa dr.Herman, mengatakan pihaknya sedang berupaya mengusulkan dana tambahan
untuk para perawat Kota
langsa yang bertugas didaerah terpencil tersebut.
“Kita akan mengusulkan adanya dana insentif untuk
para perawat yang bertugas didaerah terpencil, mungkin nanti pada Anggaran
perubahan tahun 2012 mendatang,” ujarnya.
Perjuangan Syarifuddin merupakan cermin bagi
kita, ternyata masih ada orang-rang yang relah membantu sesame meski harus
menjadi lilin di tengah badai, SEMOGA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar