Kamis, 15 Maret 2012

Mantri Apung dari Pusong

Haba Rakyat 
 
  Bak cerita suster apung sebuah epik dalam film dokumenter peraih dominasi pada ajang Eagle Awards Documentary Competition yang digelar stasiun televisi MetroTV  beberapa waktu lalu.

Film itu bercerita kisah hidup Hj. Andi Rabiah yang menghabiskan separuh umurnya mengarungi lautan di Kepulauan Sulawesi dan Flores untuk menyembuhkan pasien-pasien yang tersebar di sekitar pulau-pulau kecil dengan hanya berbekal tekad dan perahu.

Lakon tersebut juga dijalani Syarifuddin,31, kendati hanya seorang perawat dengan status honore pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Pukesmas) Langsa Kota, dia dengan senang hati ditugaskan ke Gampong Teulaga Tujoh yang berada di Pulau Pusong, kawasan yang terletak di tengah lautan selat Malaka.

Hari-hari Syarifuddin dimulai ketika harus bergegas berangkat dari rumahnya di Gampong Meurandeh, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa saat matahari masih malu-malu beranjak dari peraduannya.

 Syarifuddin harus sudah tiba di dermaga Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kuala Langsa pada pukul 7.30 Wib, “Itu perahu penyeberangan terpagi yang ada menuju ke Pulau Pusong, kalau terlambat kita harus menunggu berjam-jam untuk perahu keberangkatan selanjutnya,” ujarnya saat menemaninya menunggu perahu yang akan berangkat ke Pulau Pusong di dermaga TPI Rabu (15/2) lalu.
Bertugas ke Pulau Pusong merupakan pengalaman baru baginya sejak mengambdi di Pukesmas Langsa Kota tahun 2005 lalu, baru awal tahun 2012 dia ditempatkan di Pukesmas pembantu (Pustu) Pusong.
Awalnya suami Lina wahyuni,28 ini, sangat keberatan ditempat terpencil tersebut, pasalnya sebagai tenaga honore dengan pendapatan Rp 650 ribu perbulan dirasakan sebagai beban yang berat.
Dia menuturkan dengan gaji tersebut dia harus menghabiskan biaya hampir setengah gajinya  Rp 300.000 perbulan dipergunakan untuk biaya trasportasi dan makannya selama bertugas di Pusong.
 
“Dengan gaji Rp 650.000 perbulan saya harus mengeluarkan biaya Rp 300.000 untuk biaya trasportasi dan makan saya, sementara sisanya untuk keperluan lain,” ujarnya tersenyum pahit.

Tidak ada biaya tambahan dari Pemerintah Kota Langsa untuk tugas yang harus dijalaninya, dia harus berjuang sendiri mencari dana tambahan untuk keperluan pergi ketempat tugasnya dan menghidupi dirinya serta istrinya yang saat ini sedang hamil.

Bukan hanya persoalan dana yang harus dihadapinya sikap warga Pusong yang berkarakter keras kepala juga menjadi masalah tersendiri, kadangkala dia harus padai mensiasati keadaan dan kesempatan untuk mengobati pasiennya.

Dia bercerita pernah ada suatu hari seorang ibu membawa anaknya ke Pustu dalam keadaan demam berat, setelah diperiksa ternyata sianak mengalami infeksi di ujung kemaluannya sehingga menyebabkan demam.

Namun oleh sang ibu mengatakan demam tersebut sebagai tanda anaknya akan terkena campak, sehingga dia hanya meminta perawat memberikan obat penurun panas saja.
“Berulangkali saya jelaskan deman si anak akibat infeksi di kemaluannya , namun orang tuanya tetap bersikeras deman itu karena mau keluar campak, sehingga hanya cukup kasih obat demam saja ” ujarnya.

Syarifuddin mengalah dia akhirnya memberikan obat deman, namun diam-diam dia menambahkan obat anti biotic untuk menyembuhkan infeksi si anak, “kalau tidak kasih obat anti biotic tidak bakalan deman itu sembuh,” katanya.

Sebagai perawat, Syarifuddin  memiliki prinsip  bekerja sebagai pelayanan dan tanggung jawab kepada masyarakat. Ia memandang para pasiennya sebagai saudara dan rakyat Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebuah sikap yang terus diperjuangkan sekuat tenaga meskipun selalu mengarungi lautan yang sering kali tidak ramah.
 
Minimnya perhatian pemerintah Kota Langsa terhadap tugas para perawat di daerah terpencil juga diutarakan  Elhadi, kepala Pustu Pusong, hamper lima tahun dia bertugas di Pusong sampai saat ini pemerintah Kota Langsa tidak pernah memberikan dana tambahan untuk tugasnya tersebut.

“Resiko sebagai pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus siap ditugaskan dimana saja ,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon gengamnya beberapa waktu yang lalu.

Kepala Dinas kesehatan Kota langsa dr.Herman, mengatakan pihaknya sedang berupaya mengusulkan dana tambahan untuk para perawat Kota langsa yang bertugas didaerah terpencil tersebut.

“Kita akan mengusulkan adanya dana insentif untuk para perawat yang bertugas didaerah terpencil, mungkin nanti pada Anggaran perubahan tahun 2012 mendatang,” ujarnya.

  Perjuangan Syarifuddin merupakan cermin bagi kita, ternyata masih ada orang-rang yang relah membantu sesame meski harus menjadi lilin di tengah badai, SEMOGA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar