LANGSA : Kendala pembangunan di Aceh selama ini
terletak bukan karena keurangan dana atau tak ada gagasan. Tapi akibat tak
adanya keteladanan dari pemimpin dalam menjalankan
amanah. Maka itu untuk terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan diperlukan pemimpin
yang kuat, kompeten dan visioner. Kehadiran seorang pemimpin harus mampu
memecahkan masalah bukan pembuat dan menambah masalah.
Demikian salah satu point pembahasan dalam Aceh
Development International Conference (ADIC) dari tanggal 26-28 Maret 2012 di
kampus International Islamic University Malaysia (IIUM) Kuala Lumpur. Hal ini seperti yang disarikan Ketua Panitia Pelaksana kegiatan
itu, Muhammad Dayyan, dan dikirim ke Haba Rakyat via email, Kamis (29/3).
Menteri
pemberdayaan aparatur Negara dan reformasi birokrasi Republik Indonesia, Ir. H.
Azwar Abubakar, MM yang tampil sebagai pembicara kunci dalam event tersebut menegaskan, lamban dan rumitnya birokrasi yang
masih kental dengan aroma kebusukan korupsi telah memperburuk kualitas
pembangunan di Aceh.
Prof.
Dr. Yusny Saby yang tampil pada sesi panel di Senate Hall kampus IIUM itu
memaparkan, bahwa para pemimpim Aceh dari bupati,
walikota sampai gubernur harus memiliki keteladanan dalam memberikan perioritas
pelayanan kepada rakyat bukan retorika politik yang tidak ada implementasinya.
Pembicara
lainnya Prof. Amirul Hadi, MA (pembantu rector IAIN Ar-Raniry), Prof. Madya
Noriah Taslim dari Universitas Brunai Darussalam, Associate Prof. Dr. Saim
Kayadibi asal Turki menegaskan bahwa Aceh harus menjadikan Al quran
sebagai pilar dan sumber semangat pembangunan Aceh.
Development International Conference
(ADIC 2012), dihadiri Mulya Wirana selaku Kuasa Ad Interim kedutaan besar
Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Prof. Dato’ Sri Dr. Zaleha Kamaruddin
selaku Rektor IIUM, Prof. Rusydi, Atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur, dan
beberapa tokoh masyarakat Aceh di Kuala Lumpur.
Tidak kurang dari 125 paper telah
dipresentasikan dalam berbagai disiplin ilmu oleh para peneliti beberapa negara
antara lain Indonesia, Malaysia, Pakistan, Brunei Darussalam, India, Australia,
Saudi Arabia, Mesir, Iran, Turki, dan Denmark.
ADIC 2012 yang ditutup secara resmi
Tan Sri Prof. Dato’ Seri Sanusi Junid merekomendasikan agar pembangunan Aceh,
harus memperhatikan nilai-nilai penting, kebijaksanaan daerah dan tradisi
kehidupan yang telah terbukti sebagai faktor kunci kegemilangan Aceh.
Rakyat dan pemimpin Aceh hendaknya
mengikuti petunjuk yang diberikan Sultan Ali Mughayatsyah, pada 23 July 1507
melalui 21 prinsip yang dikenal sebagai Aceh Code (Kode Aceh) yang
bertumpu pada semangat Amanah, Berani, Disiplin, Rajin dan Setia akan
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber kekayaan alam Aceh dan pengembangkan
ekonomi, sosial dan politik.
Tan Sri Sanusi Junid selaku Presiden
Kelab Aceh di Kuala Lumpur menyampai ucapan pada acara penutupan menekankan
masyarakat Aceh memiliki potensi untuk mencapai kembali kegemilangannya dengan
penguasaan ilmu pengetahuan sebagai prasyarat memahami permasalahan dan
menemukan jalan keluar setiap tantangan dalam pembangunan.
Pemimpin Aceh kedepan hendaknya
mampu mendayagunakan potensi Aceh melalui kerjasama dengan semua stakeholders.
Pemimpin Aceh yang terpilih dalam Pilkada 9 April 2012 ini hendaknya memiliki
sikap berjiwa besar untuk melihat dan mengakomodir kebaikan dari pihak lawan
dalam mengisi pembangunan Aceh.
Sebaliknya calon yang tidak terpilih
menjadi Gubernur, Bupati maupun Walikota hendaknya mengakui kekalahan meskipun
satu suara selanjutnya mendukung yang menang untuk memajukan masyarakat Aceh
yang lebih bermartabat.
Pemimpin Aceh kedepan harus lebih
serius mengimplementasikan sistem ekonomi, keuangan dan perbankan yang
berlandaskan pada ajaran Islam guna mendorong pembangunan ekonomi dan
pengentasan kemiskinan.
Pengetahuan mesti selalu
berlandaskan pada nilai-nilai Islam untuk merangsang penggunaan teknologi maju
sehingga mampu meningkatkan pembangunan Aceh dalam berbagai sektor,
menggalakkan budaya entrepreneur yang dapat memacu pembangunan Aceh,
dari berbagai sektor yang potensial seperti pariwisata, industri pertanian,
industri rumah tangga dan sebagainya.
Kegiatan ADIC 2012 yang
diselenggarakan oleh Tanoh Rincong Acehnese Student Association (TARSA IIUM),
International Association of Acehnese Scholars (IAAS) dan Aceh Club serta
dukungan dari Pemerintah Aceh, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia
dan International Islamic University Malaysia diakhiri dengan field trip
ke beberapa tempat tujuan wisata di sekitar Kuala Lumpur.
Konferensi yang disingkat dengan
ADIC ini mengindikasikan bahwa Aceh tidak sedang defisit gagasan untuk memangun Aceh, demikian
Muhammad Daya.(b20)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar