Kamis, 29 Maret 2012

Kendala Utama Pembangunan Aceh Karena Krisis Keteladanan




Haba Rakyat

LANGSA : Kendala pembangunan di Aceh selama ini terletak bukan karena keurangan dana atau tak ada gagasan. Tapi akibat tak adanya keteladanan dari pemimpin dalam menjalankan amanah. Maka itu untuk terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan diperlukan pemimpin yang kuat, kompeten dan visioner. Kehadiran seorang pemimpin harus  mampu memecahkan masalah bukan pembuat  dan menambah masalah.

Demikian salah satu point pembahasan dalam Aceh Development International Conference (ADIC) dari tanggal 26-28 Maret 2012 di kampus International Islamic University Malaysia (IIUM) Kuala Lumpur.  Hal ini seperti yang disarikan Ketua Panitia Pelaksana kegiatan itu, Muhammad Dayyan, dan dikirim ke Haba Rakyat via email, Kamis (29/3).

Menteri pemberdayaan aparatur Negara dan reformasi birokrasi Republik Indonesia, Ir. H. Azwar Abubakar, MM yang tampil sebagai pembicara kunci dalam event tersebut menegaskan, lamban dan rumitnya birokrasi yang masih kental dengan aroma kebusukan korupsi telah memperburuk kualitas pembangunan di Aceh.

Prof. Dr. Yusny Saby yang tampil pada sesi panel di Senate Hall kampus IIUM itu memaparkan, bahwa para pemimpim Aceh dari bupati, walikota sampai gubernur harus memiliki keteladanan dalam memberikan perioritas pelayanan kepada rakyat bukan retorika politik yang tidak ada implementasinya.

Pembicara lainnya Prof. Amirul Hadi, MA (pembantu rector IAIN Ar-Raniry), Prof. Madya Noriah Taslim dari Universitas Brunai Darussalam, Associate Prof. Dr. Saim Kayadibi asal Turki menegaskan bahwa Aceh harus menjadikan Al quran sebagai pilar dan sumber semangat pembangunan Aceh.

Development International Conference (ADIC 2012), dihadiri Mulya Wirana selaku Kuasa Ad Interim kedutaan besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Prof. Dato’ Sri Dr. Zaleha Kamaruddin selaku Rektor IIUM, Prof. Rusydi, Atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur, dan beberapa tokoh masyarakat Aceh di Kuala Lumpur.

Tidak kurang dari 125 paper telah dipresentasikan dalam berbagai disiplin ilmu oleh para peneliti beberapa negara antara lain Indonesia, Malaysia, Pakistan, Brunei Darussalam, India, Australia, Saudi Arabia, Mesir, Iran, Turki, dan Denmark.

ADIC 2012 yang ditutup secara resmi Tan Sri Prof. Dato’ Seri Sanusi Junid merekomendasikan agar pembangunan Aceh, harus memperhatikan nilai-nilai penting, kebijaksanaan daerah dan tradisi kehidupan yang telah terbukti sebagai faktor kunci kegemilangan Aceh.

Rakyat dan pemimpin Aceh hendaknya mengikuti petunjuk yang diberikan Sultan Ali Mughayatsyah, pada 23 July 1507 melalui 21 prinsip yang dikenal sebagai Aceh Code (Kode Aceh) yang bertumpu pada semangat Amanah, Berani, Disiplin, Rajin dan Setia akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber kekayaan alam Aceh dan pengembangkan ekonomi, sosial dan politik.

Tan Sri Sanusi Junid selaku Presiden Kelab Aceh di Kuala Lumpur menyampai ucapan pada acara penutupan menekankan masyarakat Aceh memiliki potensi untuk mencapai kembali kegemilangannya dengan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai prasyarat memahami permasalahan dan menemukan jalan keluar setiap tantangan dalam pembangunan.

Pemimpin Aceh kedepan hendaknya mampu mendayagunakan potensi Aceh melalui kerjasama dengan semua stakeholders. Pemimpin Aceh yang terpilih dalam Pilkada 9 April 2012 ini hendaknya memiliki sikap berjiwa besar untuk melihat dan mengakomodir kebaikan dari pihak lawan dalam mengisi pembangunan Aceh.

Sebaliknya calon yang tidak terpilih menjadi Gubernur, Bupati maupun Walikota hendaknya mengakui kekalahan meskipun satu suara selanjutnya mendukung yang menang untuk memajukan masyarakat Aceh yang lebih bermartabat.

Pemimpin Aceh kedepan harus lebih serius mengimplementasikan sistem ekonomi, keuangan dan perbankan yang berlandaskan pada ajaran Islam guna mendorong pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Pengetahuan mesti selalu berlandaskan pada nilai-nilai Islam untuk merangsang penggunaan teknologi maju sehingga mampu meningkatkan pembangunan Aceh dalam berbagai sektor, menggalakkan budaya entrepreneur yang dapat memacu pembangunan Aceh, dari berbagai sektor yang potensial seperti pariwisata, industri pertanian, industri rumah tangga dan sebagainya.

Kegiatan ADIC 2012 yang diselenggarakan oleh Tanoh Rincong Acehnese Student Association (TARSA IIUM), International Association of Acehnese Scholars (IAAS) dan Aceh Club serta dukungan dari Pemerintah Aceh, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia dan International Islamic University Malaysia diakhiri dengan field trip ke beberapa tempat tujuan wisata di sekitar Kuala Lumpur.

Konferensi yang disingkat dengan ADIC ini mengindikasikan bahwa Aceh tidak sedang defisit gagasan untuk memangun Aceh, demikian Muhammad Daya.(b20)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar