Minggu, 01 Mei 2011

Kemuslimahan; Tutur dan Laku

Penulis : Rifatul Farida

Engkau semakin dewasa, laksana kuntum bunga yang selalu terjaga, dan pada masanya ketika harus mekar, semerbak wewangian pun menjadi pelipur lara setiap duka. Engkaulah perhiasan indah dunia tak lekang waktu.

Namun, kekhawatiran ini menitikkan cerita lain, ketika engkau mempesona tiap pandang, di balutan indah pakaian takwa, begitu anggun. Maka, marilah duduk bersamaku, shalihah, akan kuceritakan kepadamu tentang bagaimana hidup dengan kemuslimahan.

Tahukah engkau, kenapa wanita sering disebut-sebut sebagai tiang negara? Karena, dia adalah madrasah aula (sekolah pertama) bagi tumbuhnya jiwa-jiwa baru. Karena ia adalah penopang jiwa lain yang dituntut menjadi penyejuk mata. Karena darinyalah peletak batu pertama peradaban di mulai.

Ada fungsi tugas jelas yang menjadi bagian. Dengan kata kunci taat pada sang imam, yang membersamai tak hanya di dunia, namun berkepanjangan hingga akhirat. Itulah kodrat yang telah ditentukan. Dan menjalani dengan wajah ceria semoga menjadi keputusan. Karena ikhlas adalah letupan rasa yang kadang harus diawali dengan perjuangan.

Namun, shalihah, ketika masa itu belum datang dan masih menjadi rahasia takdir, menjaga diri sendiri adalah pilihan mutlak, memaksa diri untuk lebih sering dan sering mengingat sabda sang Nabi SAW, bahwa ternyata wanita adalah sumber fitnah. Ah, betapa ngerinya kata itu. Dan kejujuran pada diri sendiri adalah pengendalinya. Bahwa engkau tak hanya dituntut untuk tak berhenti pada kata iman. Maka, menjadi ikhsan adalah keniscayaan. Karena dengannya hadirlah rasa muraqabatullah (selalu merasa diawasi Allah), yang akan berefek dahsyat pada setiap tutur dan laku, sehingga engkau tak akan menjadi wanita yang mudah tergoda untuk tebar pesona.

Maka, shalihah, ijinkan aku menjadi bagian pengingatmu, terutama juga sekaligus pengingat untuk diri sendiri. Dan semoga engkau masih ingat dengan kata-kata ini; bahwa seorang muslimah harus mengerti bagaimana menjadi wanita, sebelum menjadi apapun.

Mari, "terjemahkan" kemuslimahan kita dalam tutur dan laku.

***

"Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita." Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 5096) dan Muslim (no. 2740 (97)), dari Shahabat Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu.

Kota Santri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar